SELAMAT DATANG

bagi para pengunjung

Selasa, 13 November 2012

Jamu, Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka

Menurut Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, Guru Besar Farmasi Universitas Indonesia, pemberian kategori produk herbal menjadi jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka, sesungguhnya lebih bertujuan merangsang industri obat tradisional untuk meningkatkan mutu dan kualitas produk herba yang beredar di pasaran.

Berdasarkan status pengujian
Pada prinsipnya, obat tradisional yang bahannya berasal dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia (produk herba) disebut jamu. Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai penelitian mengenai jamu pun dilakukan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji khasiat, efektivitas, dan keamanan jamu yang beredar di pasaran. Sesuai status pengujiannya, jamu dapat digolongkan menjadi 3 kelompok :       
1.       Jamu  
        Inilah produk herba yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita bisa menjumpainya dalam bentuk rebusan atau godhogan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong, herba kering siap seduh, juga dalam bentuk segar. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi dalam bentuk bubuk, kapsul, pil, dan kemasan cair siap minum.  Pada umumnya, jamu dalam kelompok ini diracik berdasarkan resep peninggalan leluhur, dan belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris (berdasarkan pengalaman turun temurun).        
2.     Herba terstandar  
       Sedikit berbeda dengan jamu, herba terstandar umumnya sudah mengalami pemrosesan, misalnya berupa ekstrak dalam kapsul. Herba yang diekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji pra-klinis (terhadap hewan) di laboratorium.  Disebut herba terstandar, karena dalam proses pembuatannya telah diterapkan standar kandungan bahan, cara pengolahan, higienitas, serta uji toksisitas (untuk mengetahui ada tidaknya kandungan racun dalam herba tersebut). Jadi, unsur-unsur di dalamnya sudah mengalami standarisasi.  Di pasaran, produk herbal yang berstatus herbal terstandar jumlahnya ada 17 macam. Cara mengenalinya cukup mudah, yaitu dengan melihat logo yang umumnya tercetak pada sebelah kiri atas kemasan. Herbal terstandar memiliki simbol tiga tanda bintang yang berada di dalam lingkaran hijau muda, dan berlatar belakang warna kuning cerah.    
3.      Fitofarmaka  
      Merupakan jamu dengan “kasta” tertinggi karena khasiat, keamanan, serta standar proses pembuatan dan bahannya telah diuji secara klinis (pada manusia).  Hal itu membuat fitofarmaka dianggap sebagai produk herba yang sudah jelas bukti-bukti ilmiahnya sehingga berkedudukan sejajar seperti obat kimia dan bisa diresepkan oleh dokter. Meskipun begitu, fitofarmaka dijual secara bebas dan bisa dibeli tanpa resep dokter. Ciri fitofarmaka, pada kemasan terdapat simbol gambar mirip akar yang berada dalam lingkaran hijau muda, berlatar belakang warna kuning cerah.  Hingga saat ini, jenis produk herba berstatus fitofarmaka di Indonesia baru 5 macam, yaitu Nodia (untuk diare non-spesifik), Rheumaneer (untuk nyeri sendi), Stimuno (untuk meningkatkan kekebalan tubuh), Tensigard (untuk tekanan darah tinggi), dan X-Gra (untuk gangguan ereksi). Menurut Prof Sumali, keterbatasan jumlah fitofarmaka ini disebabkan oleh biaya uji klinis dan uji khasiat yang sangat mahal dan memerlukan waktu cukup lama.     


sumber/ referensi 
http://www.bioenergicenternews.com/2011/02/jamu-herbal-terstandar-dan-fitofarmaka.html

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar