SELAMAT DATANG

bagi para pengunjung

Kamis, 15 November 2012

perbedaaan efek akut dan kronis



A. Pengertian Efek Akut
Menurut KBBI, akut diartikan “timbul secara mendadak dan cepat memburuk”. Sementara itu dalam kamus kedokteran akut berasal dari bahasa Inggris “acute’ dan dalam bahasa Latin “acutus” yang berarti mendadak atau penyakit yang datang secara mendadak dan berkelanjutan singkat serta gawat.
Jadi bila kita merujuk dari pengertian di atas akut dapat diartikan sebagai kondisi atau keadaan berupa penyakit yang datang secara mendadak yang diakibatkan zat kimia berbahaya, mikroba pathogen ataupun bahan racun yang memapar tubuh manusia dan langsung mencapai organ–organ vital ataupun sistem–sistem pada tubuh manusia.
Keadaan akut dapat terjadi karena adanya paparan suatu bahan kimia berbahaya baik itu melalui jalan makanan, pernapasan ataupun kontak tubuh dengan dosis yang sangat tinggi sehingga tubuh tidak sanggup menanggung beban pemaparan yang terjadi. Untuk dapat menimbulkan keadaan akut suatu bahan kimia yang memapar tubuh manusia tidak memerlukan intensitas ataupun frekuensi yang banyak, hanya dengan satu kali pemaparan dapat mengakibatkan keadaan timbulnya gejala penyakit ataupun gejala medis lainnya.
Meskipun efek akut dapat langsung menimbulkan gejala pada tenaga kerja dan terkadang membahayakan (keracunan, pingsan bahakan kematian), namun hal ini dapat menjadi keunggulan karena bila ada satu orang yang terjadi penyakit akut akibat kerja, maka pihak perusahaan dapat dengan segera mencegah meluasnya penyebab kejadian akut tersebut sehingga banyak jiwa yang tertolong.
B. Pengertian Efek Kronis
Kata kronis dalam KBBI berarti “berjangkit terus dalam waktu yang lama menahun dan tidak sembuh–sembuh”. Sementara dalam kamus Kedokteran kronis atau chronic berarti menahun. Istilah kronis sebagai pemaparan berulang–ulang dengan masa tunda yang lama dari pemaparan pertama sampai timbulnya gejala penyakit.
Keadaan ini tidak mudah untuk dideteksi, hal ini dikarenakan dosis paparan yang sangat rendah sehingga tidak langsung memberi efek atau gejala pada kesehatan pekerja. Namun demikian hal ini akan sangat membahayakan apabila paparan bahan kimia terjadi secara kontinu yang nantinya bahan kimia tersebut akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Gejala akan timbul pada saat jumlah atau kadar yang berada dalam tubuh sangat besar sehingga tubuh tidak mampu menanggung beban pemaparan tersebut.
Sebagai contoh dari peristiwa kejadian efek kronis akibat paparan bahan kimia berbahaya adalah seperti yang terjadi pada kasus Minamata di Jepang. Gejala yang terjadi adalah hampir semua nelayan di sekitar Teluk Minamata mengalami penyakit aneh dimana mereka tidak bisa mengontrol gerak tubuh mereka. Setelah diusut ternyata hal ini terkait dengan ikan yang mereka konsumsi selama ini, dimana setelah diteliti ternyata dalam ikan tersebut mengandung bahan kimia Hg dalam jumlah kecil. Karena sering mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh Hg maka lama kelamaan Hg tersebut terakumulasi dalam tubuh masyarakat Teluk Minamata hingga akhirnya tubuh mereka tidak sanggup menerima beban tersebut.
Efek kronis sulit untuk ditanggulangi karena dampak yang ditimbulkan sulit untuk diamati. Hal ini perlu penanganan serius dari pihak perusahaan untuk mengendalikan faktor–faktor resiko yang mungkin akan menyebabkan efek kronis pada manusia.
C. Perbedaan Antara Efek Akut Dengan Efek Kronis
Perbedaan yang dapat penulis kemukaan dapat dilihat pada table berikut :
Efek Akut
Aspek
Efek Akut
Efek Kronis

Waktu paparan
Singkat
Lama
Dosis paparan
Sangat tinggi
Rendah
Gejala
Dapat langsung dilihat
Sulit untuk diamati
Kondisis dalam tubuh
Hanya sementara
Terakumulasi dalam tubuh

Selain itu keadaan penyakit dalam tubuh manusia pada efek akut cepat terlihat gejalanya, sehingga cepat juga dalam penolongan kesehatan yang nantinya kesehatan korban dapat cepat pulih. Sedangkan pada kondisi penyakit karena efek kronis, gejala awal yang timbul sangat lama dari pemaparan pertama sehingga untuk pengobatan bagi korban akan terjadi keterlambatan yang akan mengakibatkan penyakit tersebut lebih bertahan lama dalam tubuh manusia sampai menahun bahkan sampai tidak bisa sembuh.


sumber 
http://gbenk.blogspot.com/2010/03/makalah-hyperkes-pengertian-dan.html

Alat Pelindung Diri di Laboratorium



Alat Pelindung Diri adalah salah satu alat yang harus tersedia di laboratorium. Digunakan untuk perlindungan badan,  mata, pernapasan dan kaki.
Peralatan dan pakaian perlindungan diri adalah suatu penghalang untuk memperkecil resiko paparan terhadap aerosol, percikan dan inokulasi tak sengaja. Pakaian dan peralatan yang dipilih bergantung pada tempat pekerjaan dilakukan. Pakaian pelindung harus dikenakan ketika bekerja di laboratorium. Sebelum meninggalkan laboratorium, pakaian pelindung harus dibuka, dan tangan harus dicuci.
Perlindungan Badan
Jas Laboratorium lebih baik seluruhnya tertutup dengan kancing.  Namun, jas laboratorium dengan lengan panjang, bukaan di belakang akan memberikan perlindungan lebih baik dibanding jas laboratorium yang umum digunakan dan lebih disarankan untuk digunakan pada laboratorium mikrobiologi  untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kabinet Biosafety.
Jas laboratorium dirancang untuk melindungi kulit dan pakaian dari bahan kimia yang mungkin tumpah. Jas  ini harus selalu dipakai dan lebih baik jika panjangnya selutut. Ada beberapa jenis mantel laboratorium yang berbeda untuk jenis perlindungan yang berbeda;
  • Kapas melindungi dari objek inhalasi, tepian yang keras atau tajam dan pada umumnya perlindungan terhadap api
  • Wol melindungi dari percikan bahan yang dicairkan, cuka dalam jumlah kecil, dan nyala api kecil
  • Serat Buatan melindungi dari percikan dan radiasi inframerah atau ultra ungu.
  • Bahan anti statik
Jas laboratorium dari serat buatan dapat meningkatkan beberapa resiko laboratorium. Sebagai contoh, beberapa bahan pelarut bisa menghancurkan beberapa kelas serat buatan tertentu, dengan demikian mengurangi efek perlindungan dari mantel tersebut. Sebagai tambahan, pada kontak dengan nyala api, beberapa serat buatan akan meleleh. Jas  Laboratorium juga dapat   dibuat dengan snaps/fasteners yang membuat pemakai bisa bergerak cepat dalam suatu keadaan darurat.
Celemek merupakan suatu alternatif untuk mantel laboratorium. Pada umumnya dibuat dari plastik atau karet untuk melindungi pemakai terhadap bahan kimia bersifat menghancurkan. Celemek atau apron harus dikenakan di atas jas laboratorium jika diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap tumpahan bahan kimia atau bahan biologi seperti darah atau cairan kultur.
Perlindungan Mata 
Pemilihan peralatan untuk melindungi mata dan wajah dari percikan dan dampak dari objek tergantung pada aktivitas yang dilakukan. Perlindungan mata sangat mudah untuk dirasakan karena alat ini berfungsi langsung. Untuk orang-orang yang tidak biasa menggunakan kacamata, sangat tidak nyaman  untuk memakai kacamata, karena bersifat membatasi.
Percikan bahan kimia dan objek terbang mungkin ditemui di setiap waktu di dalam Iingkungan laboratorium. Karena alasan inilah, perlindungan mata sangatlah penting. Penggunaan pelindung mata harus nyaman dipakai, tepat bertengger di mata dan wajah, dan tidak terganggu dengan kegiatan pemakai. Jika diperlukan harus ada tanda di pintu yang menyatakan kewajiban untuk memakai pelindung mata sebelum memasuki ruangan.
Pelindung mata harus dikenakan ketika menggunakan:
  • Benda yang tajam (kaustik), yang bersifat memusnahkan, atau bersifat iritasi
  • Barang pecah belah di ruang hampa atau tekanan yang (ditambah atau dikurangi)
  • Bahan karsinogenik
  • Bahan mudah terbakar
  • Bahan radioaktif
  • Bahan ledak
  • Laser (diperlukan perlindungan lensa khusus) Cahaya UV (diperlukan perlindungan lensa khusus)
  • Biohazards
Pelindung mata juga harus dikenakan ketika melakukan kegiatan : pengelasan, sanding, penggerindaan, pengeboran, penggergajian. Peralatan perlindungan mata harus mudah untuk dibersihkan dan disinfekasi. Pelindung mata harus selalu dijaga dalam kondisi yang baik.
Lensa kontak tidak boleh secara rutin dikenakan di laboratorium. Personil Laboratorium yang harus memakai lensa kontak selagi melakukan kerja di laboratorium harus waspada dengan resiko sebagai berikut :
  1. akan tidak mungkin untuk memindahkan lensa kontak dari mata untuk mengikuti masukan beberapa bahan kimia ke dalam area mata,
  2. Lensa kontak dipasang di mata akan mengganggu prosedur pembilasan,
  3. Lensa kontak bisa menjerat bahan padat di dalam mata. Penggunaan lensa kontak harus dipertimbangkan secara hati-hati, dengan pertimbangan ekstra untuk memilih perlindungan mata yang pas di atas mata dan di sekitar wajah.
Perlindungan Pernapasan
Dikarenakan beberapa prosedur laboratorium tertentu menghasilkan uap beracun dan zat pencemar, diperlukan perlindungan pernapasan di lingkungan pekerjaan. Perlindungan pernapasan digunakan ketika melakukan pekerjaan dengan prosedur beresiko tinggi (misal: pembersihan dari tumpahan bahan terinfeksi). Pemilihan antara masker dan respirator, beserta jenis respirator akan tergantung pada jenis resikonya.
Respirator memiliki saringan yang dapat diganti-ganti sebagai perlindungan terhadap gas, uap, partikulat dan mikroorganisme. Perlu diingat bahwa tidak ada saringan selain dari saringan HEPA yang akan memberi perlindungan terhadap mikroorganisme, sehingga saringan harus disesuaikan benar dengan jenis respirator. Untuk mencapai perlindungan optimal, respirator harus cocok dengan wajah pemakai dan diujikan. Respirator disatukan dengan pemasok udara integral yang menyediakan perlindungan penuh. Dibutuhkan saran dari orang yang berkompeten, misalnya: ahli kesehatan, untuk pemilihan respirator yang benar.
Perlindungan Tangan
Pencemaran tangan bisa terjadi ketika prosedur laboratorium dilakukan. Tangan juga sangat peka terhadap luka akibat “benda tajam”. Sarung tangan latek sekali pakai atau jenis sarung tangan untuk operasi berbahan vinil digunakan secara luas untuk pekerjaan laboratorium, dan untuk menangani cairan badan dan darah serta senyawa terinfeksi. Sarung tangan sekali pakai juga bisa digunakan tetapi perhatian lebih harus diberikan pada proses pencucian, pemindahan, pembersihan dan penyuci hamaan.
Sarung tangan harus segera dipindahkan dan tangan harus segera dicuci setelah penanganan bahan terinfeksi, setelah melakukan pekerjaan didalam kabinet Biosafety dan sebelum meninggalkan laboratorium. Sarung tangan sekali pakai harus langsung dimusnahkan bersama dengan limbah laboratorium terinfeksi.
Reaksi alergi seperti infeksi kulit dan hipersensitivitas harus segera dilaporkan di laboratorium dan pekerja lain yang memakai sarung tangan latek, terutama yang menggunakan tepung. Alternatif lain seperti latek bebas tepung atau sarung tangan vinil dapat digunakan jika terjadi masalah.
Merupakan suatu gagasan baik untuk selalu memakai sarung tangan pelindung di dalam laboratorium. Selain bertindak sebagai suatu pelindung antara tangan dengan bahan yang penuh resiko, beberapa sarung tangan juga dapat menyerap peluh atau melindungi tangan dari panas. Karena sarung tangan jenis tertentu dapat hancur jika bersentuhan dengan bahan pelarut, penting untuk memberi perhatian ekstra antara sarung tangan pelindung dengan sifat alami pekerjaan yang akan dilakukan. Sebelum penggunaan, lakukan pemeriksaan untuk memastikan sarung tangan (terutama sarung tangan lateks) ada dalam kondisi yang baik dan bebas dari lubang, dan kebocoran.
Ketika bekerja dengan bahan yang bersifat menghancurkan, kenakan sarung tangan tebal. Ambil tindakan pencegahan ekstra yaitu pengecekan lubang dan kebocoran. Ketika melepas sarung tangan, berhati-hatilah. Buka sarung tangan, mulai dari pergelangan tangan dan bergerak ke arah jari. Jauhkan permukaan sarung tangan dari kontak dengan tangan selama pelepasan. Sarung tangan yang telah terkontaminasi harus dibuang di kontainer berdisain khusus (misal: kontainer radioaktif atau limbah biohazard). Cuci tangan sesegera mungkin setelah pelepasan sarung tangan pelindung.
Perlindungan Kaki
Perlindungan Kaki dirancang untuk mencegah luka-luka dari bahan kimia bersifat menghancurkan, bahan-bahan berat, goncangan elektrik, seperti misalnya memberi daya tarik pada lantai basah. Jika suatu objek bersifat korosif, berbahan kimia atau objek berat jatuh ke lantai, bagian yang paling rentan pada badan adalah kaki. Karena alasan inilah, sepatu yang dengan sepenuhnya menutup dan melindungi kaki, direkomendasikan.
Sepatu buatan pabrik, seperti sepatu tenis, bersifat menyerap cairan. Jika bahan­kimia tumpah di atas sepatu pabrik, buka alas kaki seketika. Ketika memilih alas kaki untuk laboratorium, pilihlah sepatu kokoh yang menutupi seluruh kaki. Hal ini akan menyediakan perlindungan terbaik.
Sepatu jenis berikut tidak boleh dikenakan di laboratorium:sandal,sandal kayu,sepatu tumit tinggi, sepatu yang terbuka.
Jenis jenis alas kaki yang direkomendasikan adalah :
  • Sepatu keselamatan (steel-toed) melindungi dari luka-luka disebabkan oleh dampak dari objek apapun selama aktivitas kerja (misal: pengangkatan bahan yang berat, menggunakan perkakas bertenaga besar, dll).
  • Sepatu treated, sepatu boot karet atau tutup sepatu plastik melindungi dari bahan­vkimia bersifat menghancurkan.
  • Sepatu Insulated melindungi dari goncangan elektris.
  • Sepatu boot karet dengan anti selip pada bagian luar sol menyebabkan daya tarik di dalam kondisi basah dimana terjadi kemungkinan selip. Sepatu keselamatan, sepatu boot karet atau tutup sepatu plastik melindungi dari jenis spesifik pencemaran kimia dan seperti sarung tangan harus dipilih untuk jenis resiko yang tepat.
Perlindungan Pendengaran
Jenis perlindungan telinga meliputi:
  • Busa telinga menyediakan perlindungan dasaruntuk mengunci telinga terhadap suara gaduh.
  • Muffs telinga menyediakan perlindungan ekstra terhadap suara gaduh, dan lebih nyaman dipakai dibandingkan busa telinga.
  • Kapas yang dimasukkan adalah penekan suara bising yang tidak tepat dan tidak boleh digunakan.
sumber :
 http://alatalatlaboratorium.com/Blog/alat-pelindung-diri-laboratorium

Pembuatan dan Uji Ethanol




I.        Tujuan :
·         Membuat larutan ethanol 40%
·         Mengetahui cara perhitungan kadar ethanol
II.      Dasar Teori
Penggunaan ethanol juga diperlukan dalam beberapa praktikum kimia. Tetapi ethanol yang memiliki kadar rendah harus dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan ethanol pekat.
Oleh karena itu, pembuatan larutan juga harus dilakukan untuk mendapatkan ethanol yang memiliki kadar lebih rendah, Langkah awal yang dilakukan sebelum pembuatan larutan adlah melakukan proses pengenceran. Setelah melalui proses pengenceran, selanjutnya dilakukan proses penimbangan. Dari rangkaian proses inilah akan di dapatkan ethanol berkadar rendah sesuai yang diinginkan.
III.    Alat dan bahan
Alat :
-       Labu ukur 50 ml
-       Gelas ukur 50 ml
-       Piknometer 25 ml
-       Corong
-       Timbangan Analitik
        Bahan :
-       Ethanol 96%
-       Aquadest
-       Aseton

IV.    Cara Kerja
1. Disiapkan semua alat dan bahan
2. Dilakukan pengenceran dengan cara mengukur volume ethanol yang dibutuhkan untuk membuat ethanol 40% dengan menggunakan rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
V1 = volume ethanol yang akan dibuat
N1 = pesentase ethanol yang akan dibuat (40%)
V2 = volume ethanol yang akan diambil untuk proses pengenceran
N2 = persentase ethanol yang digunakan (96%)

Pengenceran : V1 . N1 = V2 . N2
                         50  . 40 = V2 . 96
                        V2 = 2000 : 96
                      V2 = 20,8 ml dibulatkan menjadi 21 ml
3. Diukur ethanol 96% sebanyak 21 ml dengan menggunakan gelas ukur 50 ml
4. Ditutup gelas ukur yang telas berisi ethanol 96% dengan alumunium foil agar ethanol tersebut tidak menguap
5. Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 50 ml
6. Dimasukkan ethanol 96% sebanyak 21 ml ke dealam labu ukur yang telah diisi oleh sedikit aquadest
7. Dimasukkan aquadest ke dalam labu ukur yang telah diisi ethanol dan aquadet hingga garis batas yang berasa di labu ukur tersaebut
8. Dikocok campuran aquadest dan ethanol tersebut agar larutan tersebut dapat tercampur (homogen)
9. Ditimbang piknometer kosong 25 ml dengan menggunakan timbangan analitik kemudian dicatat hasilnya
10. Ditimbang piknometer yang berisi aquadest sebanyak 25 ml kemudian dicatat hasilnya
11. Dibersihkan piknometer dengan menggunakan aseton dan mengeringkannya
12. Ditimbang piknometer yang telah diisi dengan larutan ethanol yang telah dibuat sebanyak 25 ml kemudian dicatat hasilnya
13. Setelah diperoleh data hasil penimbangan maka selanjutnya kadar ethanol di hitung dengan menggunakan rumus dan dibandingkan dengan table density :
P = (M3 – M1) : (M2 – M1)
M1 = Berat piknometer kosong 25 ml
M2 = Berat piknometer + aquadest 25 ml
M3 = Berat piknometer + larutan ethanol 25 ml
Perhitungan : P = (M3 – M1) : (M2 – M1)
                        = (43910 – 20450) : (44610 – 20450)
                        = 23460 : 24160
                        = 0,971
V.      Pembahasan
Awalnya ethanol diencerkan terlebih dahulu dengan menghitung volume ethanol 96% yang akan digunakan dengan menggunakan rumus pengenceran. Mengambil ethanol dan menempatkannya di dalam gelas ukur, kemudian gelas ukur ditutup menggunakan alumunium foil agar tidak terjadi penguapan.
Lalu dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 50 ml, hal ini bertujuan agar pada saat dimasukkan ethanol 96% tidak terjadi letupan sehingga larutan pekat seperti ethanol 96% tersebut harus dimasukkan ke dalam larutan yang lebih cair, bukan sebaliknya. Setelah itu dimasukkan ethanol 96% 21 ml (sesuai perhitungan pengenceran) dan dimasukkan kembali aquadest ke dalam labu ukur tersebut sampai tanda batas 50 ml. Penggunaan labu ukur pada proses pengenceran lebih tepat karena skala yang terdapat pada labu ukur lebih baik dalam prosespengenceran dibandingkan dengan menggunakan beaker glass. Kemudian labu ukur ditutup rapat dan dikocok secara perlahan agar larutan ethanol menjadi homogen.
Lalu ditimbang piknometer kosong, piknometer yang berisi aquadest 25 ml, dan menimbang piknometer berisi larutan ethanol yang telah dibuat sebanyak 25 ml. Setelah didapatkan data hasil pengukurannya maka selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus.
Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh hasilnya adalah 0,971 apabila dibandingkan dengan table density maka kadar ethanol yang diperoleh adalah 25%. Padahal ethanol yang dibuat itu diperkirakan memiliki kadar sebesar 40% tetapi ternyata kadar ethanol menurun 15% dari kadar yang diperkirakan. Penurunan kadar ethanol ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
-          Adanya proses penguapan ethanol selama proses pembuatan ethanol tersebu
-          Adanya pengaruh suhu
-          Kualitas ethanol yang digunakan sudah tidak baik
VI.    Kesimpulan
-          Pembuatan larutan ethanol 40% diawali dengan proses pengenceran dengan menggunakan rumus : V1 . N1 = V2 . N2
-          Langkah kedua adalah proses penimbangan dan menghitung dengan menggunakan rumus :
P = (M3 – M1) : (M2 – M1)
-          Perbandingan hasil perhitungan dengan menggunakan table density bertujuan agar dapat mengetahui kadar ethanol sebenarnya yang telah dibuat
-          Faktor yang mempengaruhi penurunan kadar ethanol :
·         Adanya proses penguapan ethanol selama proses pembuatan ethanol tersebut
·         Adanya pengaruh suhu
·         Kualitas ethanol yang digunakan sudah tidak baik


% by Volume
Density (g/ml)
0.00
0.99908
5.00
0.99190
10.00
0.98569
15.00
0.98024
20.00
0.97518
25.00
0.97008
30.00
0.96452
35.00
0.95821
40.00
0.95097
45.00
0.94277
50.00
0.9335
55.00
0.9235
60.00
0.9128
65.00
0.9013
70.00
0.8892
75.00
0.8765
80.00
0.8631
85.00
0.8488
90.00
0.8331
95.00
0.8153
100.00
0.7932

















sumber